Minggu, 19 Februari 2023

Pembuktian Sederhana Dalam Permohonan Kepailitan Dan PKPU

 

Bahwa di dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (“UU Kepailitan dan PKPU”) tidak mengatur asas pembuktian secara sederhana dapat diterapkan dalam permohonan PKPU, akan tetapi Hakim pada Pengadilan Niaga pada dasarnya dapat menerapkan asas pembuktian sederhana tersebut dalam memeriksa, mengadili dan memutus Permohon PKPU dengan memperhatikan:

1.    Asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan seperti yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

2.   Tujuan dari UU Kepailitan dan PKPU yaitu sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif;

3.    Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU.

Bahwa agar permohonan PKPU atau pailit yang diajukan oleh Kreditor dapat dikabulkan oleh Pengadilan Niaga, maka Kreditor wajib untuk membuktikan fakta atau keadaan yang terbukti secara sederha yaitu ada dua atau lebih kreditor dan Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor   sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) Jo. Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU, yang berbunyi:

-          Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU:

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

-          Pasal 8 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU:

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.

-          Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU:

 

1.    Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor.

 

3.    Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada Debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Adapun yang dimaksud dengan pembuktian secara sederhana dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU, yang berbunyi:


Yang dimaksud dengan “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

Bahwa lebih lanjut, guna menerapkan asas peradilan cepat dan efektif maka dalam  memeriksa, mengadili dan memutus permohonan PKPU dibatasi oleh waktu yang singkat, dimana permohonan PKPU yang diajukan oleh Pemohon PKPU dalam waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan haruslah diputus oleh Pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.

Bahwa sering terjadi adanya penafsiran berbeda-beda atau inkonsistensi penafsiran di kalangan majelis hakim tentang penerapan pembuktian sederhana. Oleh karena terdapat perbedaan atau inkonsistensi penafsiran pembuktian sederhana tersebut maka dapatlah kita jumpai berbagai permohonan PKPU ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan pembuktiannya tidaklah sederhana.

Oleh karena masih terdapatnya perbedaan penafsiran atas kriteria atau parameter dari terbukti sederhana tersebut, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memberikan pendapat mengenai parameter dari terbukti sederhana adalah pada waktu pembuktian adanya hutang (lihat Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU) sebagaimana termaktub dalam bagian Rapat Kamar Perdata Khusus angka 25 halaman 9 SEMA No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

 

 

 

 

Sabtu, 07 Agustus 2021

NEGOSIASI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Negosiasi memiliki dua arti, yaitu:
 
  1. Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;
  2. Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
 
Menurut Anna Gustina Zainal, dalam bukunya yang berjudul “Buku Ajar: Teknik Lobi Dan Negosiasi”, tedapat 7 (tujuh) karakteristik utama negosiasi, yaitu:
 
  1. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
  2.   Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar-menawar ((bargain) mapun tukar-menukar (barter).
  3. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
  4. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
  5. Hampir selalu berbentuk tatap muka yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
  6. Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
  7. Lobi atau negosiasi sejatinya merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik atau perbedaan kepentingan.
 
Lantas dalam keadaan apa dan mengapa kita perlu melakukan negosiasi:
 
  1.  Negosiasi terjadi setiap hari dan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan, walaupun kadang kita tidak menyadarinya, misal saat jual-beli barang.
  2. Untuk mendapatkan apa yang kita mau.
  3. Jika tidak negosiasi, kita kehilangan waktu, uang dan lainnya.
  4. Negosiasi menjaga relasi, hubungan baik  dan komunikasi diantara beberapa orang dimasa depan.
 
Dalam melakukan negosiasi, kita perlu mengetahui elemen-elemen penting dalam bernegosiasi. Adapun elemen-elemen penting dalam bernegosiasi adalah:
 
1.    Kepentingan
 
  •   Apa yang paling penting buat kita?
  •  Identifikasi untuk apa bernegosiasi, apa motivasi bernegosiasi?
  • Kepentingan berbeda dengan kedudukan atau posisi. Kepentingan merupakan kebutuhan mendasar, kedudukan merupakan apa yang orang minta. Jangan terjebak pada kedudukan ketika negosiasi.
 
2.    Pilihan
 
  • Apa yang terjadi jika kita tidak berbicara atau berurusan dengan orang lain.
  •  Ketika negosiasi, sangat bermanfaat membuat list tentang pilihan yang ada.
  • Apa konsekuensi dari tiap pilihan.
  • Pilih yang terbaik.
 
3.    Hubungan
 
  • Seberapa penting hubungan kita dengan orang lain atau kelompok yang mereka wakili.
  • Terkadang kita harus menerima hasil yang tidak terlalu bagus untuk menguatkan hubungan baik dimasa depan.
  • Lihat identitas budaya, sejarah, keluarga, dan hal-hal dalam relasi hidup mereka.
 
4.    Opsi Solusi
 
  • Cara-cara berbeda yang dapat diperoleh kedua belah pihak tentang apa yang penting dari mereka.
  • Mengekplorasi ospi membuat anda mengungkapkan solusi terbaik yang memungkinkan.
 
5.    Legitimasi
 
  • Apa yang kita lihat untuk memutuskan jika sebuah opsi adalah adil bagi setiap orang.
 
6.    Komunikasi
 
  • Mengartikulasikan pendapat, opsi, pandangan legitimasi secara jelas.
  • Bahasa lembut atau agresif.
  •  Bertanya atau meminta.
  • Menyarankan atau memberi tahu.
  •  Mengamati atau mengkritis.
  • Bahasa tubuh.
 
7.    Komitmen

  • Bahwa pihak-pihak yang melaksanakan negosiasi haruslah berkomitmen dengan iktikad baik menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan.

Kamis, 29 Juli 2021

Poin Poin Penting Pengadaan Tanah

 Adapun poin-poin penting terkait Pengadaan Tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.  2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ("UU 2/2012")  Jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja ("UU 11/2020"), sebagai berikut:

1.    Pasal 6 UU 2/2012 à Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah.

2.  Pasal 12 ayat (1) UU 2/2012 à Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksuddalam Pasal 10 huruf b sampai dengan huruf r wajib diselenggarakan Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta.

3.      Pasal 37 ayat (1) UU 2/2012à Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

4.   Pasal 38 ayat (1) UU 2/2012 à Dalam hal tidak terjadi kesepakatan pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan ke PN setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah petenapan ganti kerugian.

5.    Pasal 38 ayat (3) UU 2/2012 à Pihak yang keberatan atas Putusan PN dapat mengajukan Kasasi kepada MA dalam waktu paling lambat 14 hari kerja.

6.   Pasal 39 UU 2/2012 à Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima besarnya ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

7.     Pasal 42 ayat (1) UU 11/2020 à Dalam hal pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, atau putusan pengadilan negeri/mahkamah agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, ganti kerugian dititipkan di PN Setempat.

8.     Pasal 42 ayat (2) UU 11/2020 à Penitipan ganti kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dilakukan terhadap :

a.         Pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui keberadaannya; atau

b.         Objek Pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian :

1.    Sedang menjadi objek perkara di Pengadilan

2.    Masih disengketakan kepemilikannya

3.    Diletakan sita oleh pejabat yang berwenang; atau

4.    Menjadi jaminan di bank.

9.    Pasal 43 UU 2/2012 à pada saat pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak sebagaimana dimksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a telah dilaksanakan atau pemberian ganti kerugian sudah dititipkan di PN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), kepemilikan atau hak atas tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang langung dikuasai oleh negara.

Rabu, 28 Oktober 2020

Akibat Hukum Ditolaknya Rencana Perdamaian Debitor Dalam PKPU

Dalam proses PKPU, Debitor nantinya akan menyampaikan rencana perdamaian kepada Para Kreditornya. Kemudian, rencana perdamaian tersebut akan dilakukan pemungutan suara atau voting untuk menentukan rencana perdamaian tersebut dapat diterima atau tidak sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU yang berbunyi :

 Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:

  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan
  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Apabila rencana perdamaian ditolak oleh Para Kreditor, maka berdasarkan ketentuan Pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU, Debitor berada dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya, adapun kutipan lengkap Pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut :

“Apabila rencana perdamaian ditolak maka Hakim Pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu kepada Pengadilan dengan cara menyerahkan kepada Pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta berita acara rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, dan dalam hal demikian Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit setelah Pengadilan menerima pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1).”

Rabu, 14 Oktober 2020

MENGENAL PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (BAGIAN KESATU)

 

Gambar diunduh dari link: https://ruangcerita.com/cara-melunasi-hutang-3308


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau biasa disingkat dengan PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang


sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Jo. Pasal 228 ayat 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut “UU Kepailitan dan PKPU”).

Dalam Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU menerangkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU, pertama adalah Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor serta Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, kedua adalah Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Lebih lanjut yang dimaksud dengan kreditor adalah setiap Kreditor baik Kreditor konkuren maupun Kreditor yang didahulukan.

Debitor dapat memohon PKPU dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Sedangkan kreditor dapat memohon agar kepada Debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Dalam suatu diskusi muncul sebuah pertanyaan, apakah Pekerja/Buruh yang masih dalam tahapan berselisih dengan Debitor dapat mengajukan permohonan PKPU karena kedudukannya sebagai Kreditor?. Menurut hemat penulis pekerja/buruh tersebut belum dapat mengajukan permohonan PKPU kepada Debitor, hal ini dikarenakan jumlah utang (upah pokok pekerja/buruh yang belum dibayarkan dan hak-hak pekerja/buruh yang lainnya, seperti pemberian uang pesangon, UPMK, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana tercantum dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) yang nantinya akan ditagihkan kepada Debitor melalui Pengurus belum memiliki kepastian hukum atau dapat dikatakan hingga terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kemudian siapa sajakah Kreditor yang dapat mengajukan permohonan PKPU?. Jawabanya adalah kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Adapun yang dimaksud dengan kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen dapat diuraikan sebagai berikut:

Kreditor Konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk kreditur sepratis dan preferen sehingga tidak didahulukan dari jenis kreditur lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 Jo. Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUHPerdata”).

Kreditor Separatis yaitu Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, seperti gadai, fidusia, hipotek atau hak jaminan atas kebendaan lainnya yang berkedudukan lebih tinggi dari kreditur preferen, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 Jo. 1134 KUHPerdata Jo. Pasal 55 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU.

Kreditor Preferen yaitu kreditor dengan hak mendahului (yang didahulukan dari kreditor separatis dan kreditor konkuren) karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa, yang terdiri dari kreditor preferen khusus dan umum. Contohnya tagihan pajak sebagimana diatur dalam Pasal 1139 Jo. Pasal 1149 KUHPerdata Jo. Pasal 21 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Maka jika ada pertanyaan yang menyatakan apakah kantor pelayanan pajak dapat bertindak sebagai pemohon PKPU?, dengan demikian jawabannya adalah bisa hal mana telah diatur dalam Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Mengenai jangka waktu proses pemeriksaan perkara PKPU yang diajukan oleh para kreditor adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU. Sedangkan jangka waktu proses pemeriksaan PKPU jika permohonan diajukan oleh debitor adalah paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Terakhir, dimanakah para pemohon PKPU dapat mengajukan permohonan PKPU? Yaitu di Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum sebagaimana domisili hukum dari Debitor. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Jo. Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, Dan Pengadilan Negeri Semarang diterangkan:

 

1.   Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi wilayahPropinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.

2.   Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wilayah PropinsiSumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.

3.    Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah Propinsi yang Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.

4.     Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

5.        Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat.

Demikian catatan hukum ini disusun untuk menguraikan seputar yang dimaksud PKPU, pihak-pihak siapa sajakah yang dapat mengajukan permohonan PKPU, dan jangka waktu pemeriksaan perkara PKPU di Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum yaitu Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang atau Makassar.

 

 

 

Rabu, 10 Oktober 2018

PENDAPAT HUKUM

Pengertian

Sekumpulan dokumen tertulis yang dijadikan padanan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah hukum dari para pihak terkait sesuai dengan fakta-faktanya.

Tujuan 

  • Untuk menganalisa suatu perkara dengan cepat dan murah;
  • Panduan taktis advokasi dalam suatu perkara hukum;
  • Pengembangan advokasi suatu perkara agar tidak terpancing permainan lawan atau agar tidak mengembang keluar dari koridor hukum yang ada.
Sistematika

  • Kronologi kasus/perkara;
  • Legal Opinion atau pendapat hukum (dalam rangka ini harus memuat prinsip–prinsip, teori atau regulasi yang terkait dengan perkara)
  • Solusi hukum.

Selasa, 14 Agustus 2018

PENCATATAN HAK CIPTA

No.
Jenis Pencatatan
Keterangan
Pembahasan

Dasar Hukum
1.
Hak Cipta
Tata Cara Pendaftaran
1.    Secara langsung kepada Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM di Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 8-9, Jakarta Selatan 12940.
2.    Melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia di seluruh Indonesia;
3.    Melalui Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.


Subjek/Pemohon
Perorangan maupun perusahaan.

1.           diajukan oleh: a. beberapa orang yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait, Permohonan dilampiri keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut; atau b. badan hukum, Permohonan dilampiri salinan resmi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pejabat berwenang.

2.           Dalam hal Permohonan diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.

3.           Dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan intelektual yang terdaftar sebagai Kuasa.


Pasal 67 UU Nomor 28 Tahun 2014
Persyaratan Pencatatan
1)        Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan Permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri.

Catatan: isi dalam formulir sebagai berikut: Nama, status kewarganegaraan, dan alamat lengkap pendaftar
1.       Nama, status kewarganegaraan, dan alamat lengkap pemegang hak cipta
2.       Judul karya
3.       Waktu dan lokasi karya diumumkan untuk pertama kali
4.       Uraian karya secara singkat
5.       Sample karya yang didaftarkan (format lengkpanya dapat Anda temukan di laman situs Ditjen HKI)


2)       Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik dan/atau non elektronik dengan:
a.           menyertakan contoh Ciptaan, produk Hak Terkait, atau penggantinya;
b.          melampirkan surat pernyataan kepemilikan Ciptaan dan Hak Terkait; dan
c.           membayar biaya.

Jika permohonan diajukan atas nama perusahaan, maka dokumen berikut ini wajib dilampirkan dalam permohonan:
1.    Fotokopi Akta Pendirian Perusahaan yang telah dilegalisir oleh Notaris. 
2.    Fotokopi KTP Pimpinan Perusahaan yang akan menandatangani Surat Kuasa dan Surat Pernyataan.

Pasal Jo. Pasal 67 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pencatatan Hak Cipta
Prosedur Pencatatan
1.  Setelah pengajuan permohonan pencatatan hak cipta, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan melakukan pemeriksaan administratif mengenai kelengkapan dokumen. 
2.  Jika dalam pemeriksaan administratif dokumen belum lengkap, pemohon diberi waktu 3 bulan untuk melengkapinya. 
3.  Ditjen KI kemudian akan melakukan evaluasi dan jika tidak ada keberatan terhadap permohonan pencatatan hak cipta, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mengeluarkan Surat Pencatatan Ciptaan dan mencatat dalam daftar umum Ciptaan.

Pasal 68 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pencatatan Hak Cipta
Jangka Waktu
Keputusan menerima atau menolak permohonan wajib diberikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.

Pasal 68 ayat 3 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pencatatan Hak Cipta
Dokumen yang Dilengkapi
Mendaftarkan hak cipta atas nama perorangan, Anda perlu melengkapi dokumen-dokumen yang terdiri atas:
1.       Surat kuasa ditandatangani di atas materai 6000
2.       Surat pernyataan keaslian karya
3.       NPWP
4.       Sample karya

Jika Anda mendaftarkan hak cipta atas nama perusahaan, berikut adalah beberapa dokumen tambahan yang harus dilengkapi:
1.       Surat pengalihan hak (dari pembuat karya kepada pemegang hak cipta)
2.       NPWP perusahaan
3.       Akta perusahaan
4.       Fotokopi identitas pemohon dan pencipta karya (KTP)


Pembuktian Sederhana Dalam Permohonan Kepailitan Dan PKPU

  Bahwa di dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (“ UU Kepailitan dan PKPU ”) tidak mengatur asas pembuktian secara sederha...