Rabu, 28 Oktober 2020

Akibat Hukum Ditolaknya Rencana Perdamaian Debitor Dalam PKPU

Dalam proses PKPU, Debitor nantinya akan menyampaikan rencana perdamaian kepada Para Kreditornya. Kemudian, rencana perdamaian tersebut akan dilakukan pemungutan suara atau voting untuk menentukan rencana perdamaian tersebut dapat diterima atau tidak sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU yang berbunyi :

 Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:

  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan
  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

Apabila rencana perdamaian ditolak oleh Para Kreditor, maka berdasarkan ketentuan Pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU, Debitor berada dalam keadaan Pailit dengan segala akibat hukumnya, adapun kutipan lengkap Pasal 289 UU No. 37 Tahun 2004  Tentang Kepailitan dan PKPU adalah sebagai berikut :

“Apabila rencana perdamaian ditolak maka Hakim Pengawas wajib segera memberitahukan penolakan itu kepada Pengadilan dengan cara menyerahkan kepada Pengadilan tersebut salinan rencana perdamaian serta berita acara rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282, dan dalam hal demikian Pengadilan harus menyatakan Debitor Pailit setelah Pengadilan menerima pemberitahuan penolakan dari Hakim Pengawas, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1).”

Rabu, 14 Oktober 2020

MENGENAL PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (BAGIAN KESATU)

 

Gambar diunduh dari link: https://ruangcerita.com/cara-melunasi-hutang-3308


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau biasa disingkat dengan PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang


sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu dipailitkan sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Jo. Pasal 228 ayat 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (untuk selanjutnya disebut “UU Kepailitan dan PKPU”).

Dalam Pasal 222 UU Kepailitan dan PKPU menerangkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan PKPU, pertama adalah Debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) Kreditor atau oleh Kreditor serta Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, kedua adalah Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih. Lebih lanjut yang dimaksud dengan kreditor adalah setiap Kreditor baik Kreditor konkuren maupun Kreditor yang didahulukan.

Debitor dapat memohon PKPU dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor. Sedangkan kreditor dapat memohon agar kepada Debitor diberi PKPU, untuk memungkinkan Debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditornya.

Dalam suatu diskusi muncul sebuah pertanyaan, apakah Pekerja/Buruh yang masih dalam tahapan berselisih dengan Debitor dapat mengajukan permohonan PKPU karena kedudukannya sebagai Kreditor?. Menurut hemat penulis pekerja/buruh tersebut belum dapat mengajukan permohonan PKPU kepada Debitor, hal ini dikarenakan jumlah utang (upah pokok pekerja/buruh yang belum dibayarkan dan hak-hak pekerja/buruh yang lainnya, seperti pemberian uang pesangon, UPMK, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana tercantum dalam Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) yang nantinya akan ditagihkan kepada Debitor melalui Pengurus belum memiliki kepastian hukum atau dapat dikatakan hingga terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Kemudian siapa sajakah Kreditor yang dapat mengajukan permohonan PKPU?. Jawabanya adalah kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Adapun yang dimaksud dengan kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen dapat diuraikan sebagai berikut:

Kreditor Konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk kreditur sepratis dan preferen sehingga tidak didahulukan dari jenis kreditur lain sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 Jo. Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut “KUHPerdata”).

Kreditor Separatis yaitu Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, seperti gadai, fidusia, hipotek atau hak jaminan atas kebendaan lainnya yang berkedudukan lebih tinggi dari kreditur preferen, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1133 Jo. 1134 KUHPerdata Jo. Pasal 55 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU.

Kreditor Preferen yaitu kreditor dengan hak mendahului (yang didahulukan dari kreditor separatis dan kreditor konkuren) karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa, yang terdiri dari kreditor preferen khusus dan umum. Contohnya tagihan pajak sebagimana diatur dalam Pasal 1139 Jo. Pasal 1149 KUHPerdata Jo. Pasal 21 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Maka jika ada pertanyaan yang menyatakan apakah kantor pelayanan pajak dapat bertindak sebagai pemohon PKPU?, dengan demikian jawabannya adalah bisa hal mana telah diatur dalam Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Mengenai jangka waktu proses pemeriksaan perkara PKPU yang diajukan oleh para kreditor adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan PKPU sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat 3 UU Kepailitan dan PKPU. Sedangkan jangka waktu proses pemeriksaan PKPU jika permohonan diajukan oleh debitor adalah paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 225 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU.

Terakhir, dimanakah para pemohon PKPU dapat mengajukan permohonan PKPU? Yaitu di Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum sebagaimana domisili hukum dari Debitor. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Jo. Pasal 5 Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, Dan Pengadilan Negeri Semarang diterangkan:

 

1.   Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi wilayahPropinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.

2.   Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi wilayah PropinsiSumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.

3.    Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi wilayah Propinsi yang Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur.

4.     Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

5.        Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung dan Kalimantan Barat.

Demikian catatan hukum ini disusun untuk menguraikan seputar yang dimaksud PKPU, pihak-pihak siapa sajakah yang dapat mengajukan permohonan PKPU, dan jangka waktu pemeriksaan perkara PKPU di Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum yaitu Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang atau Makassar.

 

 

 

Pembuktian Sederhana Dalam Permohonan Kepailitan Dan PKPU

  Bahwa di dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (“ UU Kepailitan dan PKPU ”) tidak mengatur asas pembuktian secara sederha...