Minggu, 10 September 2017

SANKSI PIDANA BAGI PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PHK TERHADAP BURUH YANG MELAKUKAN MOGOK KERJA

Salah satu indikator kemerdekaan berserikat adalah buruh dapat membentuk serikat, federasi maupun konfederasi, bertindak bebas untuk menjalankan aktifitas serikat pekerja, dan melakukan kegiatan pemogokan. Pengusaha yang sepihak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap buruh yang mogok merupakan pengusaha yang anti terhadap kemerdekaan berserikat atau anti terhadap eksistensi suatu serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 4 ayat 2 huruf e UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (untuk selanjutnya disebut UU SP/SB) menyatakan bahwa fungsi serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi adalah sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan uang berlaku. Dalam pasal ini tersirat dengan jelas bahwa merencanakan mogok melakukan mogok merupakan fungsi yang melekat pada serikat pekerja sebagai indikator tercapainya kemerdekaan berserikat.

Ancaman terhadap pelaksanaan kegiatan serikat pekerja merupapakan pelanggaran terhadap kemerdekaan berserikat, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU SP/SB yang jelas dan tegas menyatakan bahwa:

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a.    melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b.    tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c.     melakukan intimidasi dalam bentuk apapun; melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pengusaha yang melakukan PHK terhadap buruh yang menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh berarti melanggar Pasal 28 UU No 21 Tahun 2000. Pelanggaran terhadap pasal kemerdekaan berserikat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan yang dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 43 UU SP/SB.

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (untuk selanjutnya disebut UUK), dalam Pasal 144 UUK yang pada pokoknya menerangkan bahwa terhadap mogok kerja yang sah pengusaha dilarang untuk melakukan tindakan-tindakan seperti:
1.      Mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
2.      memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Apabila pengusaha melakukan tindakan-tindakan di atas, maka pengusaha dapat dikenakan sanksi dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal 187 UUK.

Dalam banyak kasus paska buruh melakukan mogok kerja, pengusaha acap kali melakukan tindakan balas dendam dengan mem-PHK buruh yang mogok tersebut dengan berbagai alasan, misalkan saja penilaian kerja yang buruk, melanggar perintah kerja dan alasan lain yang tidak masuk diakal.

Konfederasi harus memperingatkan pengusaha melalui Apindo, atau serikat pekerja/serikat buruh memperingatkan pimpinan perusahaan untuk tidak melakukan PHK sepihak karena buruh sedang melaksanakan kegiatan serikat pekerja. Jika pengusaha tetap melakukan PHK atau tindakan-tindakan balasan lainnya seperti yang telah diuraikan di atas, maka tim advokasi Konfederasi, Federasi dan SP/SB dapat melaporkan pimpinan perusahaan karena melakukan tindak pidana anti serikat pekerja.


Pembuktian Sederhana Dalam Permohonan Kepailitan Dan PKPU

  Bahwa di dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (“ UU Kepailitan dan PKPU ”) tidak mengatur asas pembuktian secara sederha...